Surah Al Mu'minun | سُورَةُ المُؤۡمِنُونَ

 Video Murrotal Surat Al Mu'minun atau Al Ghafir dengan Efek Karaoke

Tafsir dan Terjemahan Makna Surah Al Mu'minun

Ayat 1

Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya, serta melaksanakan syariatNya.

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

1. Sungguh orang-orang yang beriman kepada Allah, yang mengamalkan ajaran syariat-Nya telah beruntung dengan meraih balasan yang mereka cita-citakan, dan selamat dari perkara yang mereka takuti.

📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)

1-4. Allah memberi kabar gembira kepada orang-orang beriman dengan janji-Nya bahwa mereka akan mendapat surga firdaus, yaitu bagi orang-orang yang mengakui keesaan Allah dan risalah Rasulullah, orang-orang yang mendirikan shalat dengan penuh ketundukan kepada Allah, dan menjauhkan diri dari segala hal yang tidak baik, serta orang-orang yang senantiasa menunaikan zakat bagi orang-orang yang berhak menerimanya.

📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah

1. قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman)
Yakni orang-orang beriman yang memiliki sifat-sifat yang akan disebutkan akan memperoleh kemenangan.

📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

  1. Surat al-Mu'minun diawali dengan kalimat { قَدْ أَفْلَحَ ٱلْمُؤْمِنُونَ } "Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman" dan diakhiri dengan { إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الكفرُوْنَ } "Sesungguhnya orang-orang Kafir itu tiada beruntung" [117] perbedaan yang sangat jauh antara pembuka dan penutup.
  2. { قَدْ أَفْلَحَ ٱلْمُؤْمِنُونَ } Sungguh mereka menang secara mutlak, pada segala hal. Ayat ini tidak dikatkan dengan waktu dan tempat, orang-orang beriman akan senantiasa berada pada kemenangan.

📚 Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia

Keutamaan: Diriwayatkan dari Imam Ahmad dan lainnya: bahwa Nabi SAW bersabda: Benar-benar telah turun kepadaku sepuluh ayat, barangsiapa melaksanakan/mendirikannya – tidak mengingkari isi kandungannya – maka akan masuk surga, kemudian membaca membaca qad aflahal mu’minun ayat 1 hingga ayat 10.

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman kenikmatan yang kekal selamanya. Diriwayatkan dari Annasai bahwa sayyidah ‘Aisyah radliyallahu ‘anha pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah SAW, beliau menjawab: “Akhlak Rasul adalah Alquran.”, kemudian beliau membaca qad aflahal mu’minun hingga walladzina hum lifurujihim hafidhun yaitu ayat 5. Kemudian beliau berucap: “Seperti inilah akhlak Rasul SAW

📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah

1. Firman Allah “sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman itu,” maksudnya mereka telah memperoleh kemenangan, kebahagiaan dan keberuntungan serta telah berhasil menggapai apa yang dicita-citakan. Mereka adalah kaum Mukminin yang telah beriman kepada Allah dan membenarkan para utusan Allah.

📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

Ayat ini merupakan peninggian dari Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang mukmin, menyebutkan keberuntungan dan kebahagiaan mereka, dan menyebutkan sesuatu yang dapat menyampaikan mereka kepada keberuntungan, sekaligus mendorong manusia agar memiliki sifat-sifat itu. Oleh karena itu, hendaknya seorang hamba menimbang dirinya dengan ayat ini dan setelahnya, di mana dengannya mereka dapat mengetahui sejauh mana keimanan mereka, bertambah atau kurang, banyak atau sedikit.

Yakni berbahagia, sukses dan berhasil mendapatkan apa yang diinginkan.

Kepada Allah dan Rasul-Nya.

📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

1-2. Sungguh, pasti beruntung orang-orang mukmin yang telah mantap imannya dan terbukti dengan mengerjakan amal-amal saleh. Orang yang demikian itu ialah orang yang khusyuk dalam salatnya, yakni tumakninah, rendah hati, fokus, serta menyadari dengan sepenuuhnya bahwa dia sedang menghadap sang penciptanya (lihat juga: al-baqarah/2: 45'46)

📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI

Ayat 2

Yaitu orang-orang yang di antara sifat mereka adalah bahwasanya mereka itu orang-orang yang khusyu’ dalam shalat mereka, hati mereka focus untuknya dan anggota tubuh mereka tenang di dalamnya.

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

2. Mereka adalah orang-orang yang tunduk dalam salatnya, anggota tubuh mereka senantiasa tenang ketika salat, dan hati mereka kosong dari berbagai kesibukan dunia.

📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)

2. الَّذِينَ هُمْ فِى صَلَاتِهِمْ خٰشِعُونَ ((yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya)
Makna khusyu’ dalam shalat adalah merendahkan diri dan tunduk di hadapan Allah. Dan
pendapat lain mengatakan maknanya adalah tenang dan tidak melakukan hal yang tidak
berhubungan dengan shalat.

📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

2-3
Diantara pengahalang kekhusyuan dalam shalat adalah: banyak canda dan berkata hal yang tidak bermanfaat; oleh karena itu disebutkan setelah ayat khusyuk diantara sifat orang beriman adalah berpalingnya mereka dari banyak canda.

📚 Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia

2. Yaitu orang-orang yang khusyu´ dalam shalatnya, pasrah dan berserah diri, merendahkan diri di hadapan Allah disertai dengan rasa takut dan kedamaian

📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah

2. Orang-orang yang sebagian kesempurnaan sifat mereka, adalah bahwa mereka “(yaitu) orang-orang yang khusu’ dalam shalatnya.” Khusu’ dalam shalat, hakikatnya ialah hadirnya hati dihadapan Allah, berusaha hadir untuk mendekatiNya sehingga dengan itu, hati menjadi tenang, jiwanya merengkuh ketentraman, gerakan-gerakannya menjadi tenang serta keberpalingannya berkurang,untuk menjaga kesopanan di hadapan Rabbnya dan menghayati setiap ucapan dan gerakan shalatnya, dari awal sampai selesai. Berkat itu, bisikan-bisikan setan dan pikiran-pikiran yang hina lenyap. Inilah ruh (substansi) shalat yang menjadi tujuan pelaksanaannya. Itulah yang diwajibkan untuk hamba.
Shalat yang tidak memuat unsur kekhusuan sama sekali, dan tanpa penghayatan hati, kendatipun sudah cukup mengugurkan kewajiban dan mendatangkan pahala, namun sungguh besar-kecilnya pahala tergantung dengan sejauh mana hati menghayati shalatnya.

📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

Khusyu’ artinya hadirnya hati dan diamnya anggota badan. Khusyu’ merupakan ruhnya shalat, semakin besar kekhusyu’an seseorang, maka semakin besar pahalanya.

📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

1-2. Sungguh, pasti beruntung orang-orang mukmin yang telah mantap imannya dan terbukti dengan mengerjakan amal-amal saleh. Orang yang demikian itu ialah orang yang khusyuk dalam salatnya, yakni tumakninah, rendah hati, fokus, serta menyadari dengan sepenuuhnya bahwa dia sedang menghadap sang penciptanya (lihat juga: al-baqarah/2: 45'46). 3. Dan di antara mereka yang akan memperoleh keberuntungan adalah orang yang menjauhkan diri, atau tidak memberi perhatian secara lahir dan batin, dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna, yaitu se-suatu yang sebenarnya di satu sisi tidak dilarang, namun di sisi lain tidak ada mendatangkan manfaat.

📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI

Ayat 3

Dan orang-orang yang meninggalkan segala sesuatu yang tidak ada kebaikan padanya dari ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan.

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

3. Dan orang-orang yang berpaling dan menjauhkan diri dari kebatilan, kesia-siaan, dan perbuatan atau perkataan yang mengandung maksiat.

📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)

3. وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna)
Makna (اللغو) adalah segala perkataan dan perbuatan sia-sia, senda gurau, maksiat, dan tidak baik.
Dan berpaling dari perkataan dan perbuatan ini adalah dengan menjauhinya dan tidak menengok kepadanya.

📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

2-3
Diantara pengahalang kekhusyuan dalam shalat adalah: banyak canda dan berkata hal yang tidak bermanfaat; oleh karena itu disebutkan setelah ayat khusyuk diantara sifat orang beriman adalah berpalingnya mereka dari banyak canda.

📚 Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia

3. Serta orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna,

📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah


3. “Dan orang-orang yang dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,” yaitu perbincangan yang tidak ada muatan kebaikan dan kegunaannya sama sekali, “mereka menjauhkan diri,” karena kebencian dan ingin menjaga diri serta keengganan. Bila mendapati tindakan sia-sia, mereka sekedar melewatinya dengan menjaga kehormatan diri. Jika mereka berpaling dari tindakan yang sia-sia, maka sudah semestinya mereka lebih menjauhi dari perkara-perkara yang diharamkan. Kalau seorang hamba mampu menguasai lisannya dan menyimpannya kecuali dalam kebaikan, maka dia akan berhasil mengendalikan perkara (agamanya). Seperti kandungan hadits yang disampaikan oleh Rasulullah kepada sahabat Mu’adz bin jabal manakala beliau berpesan kepada sahabat itu dengan beberapa wasiat. “Tidakkah kamu mau aku mengabarimu dengan pengendalian perkara itu semuanya?” Aku menjawab,” Sudah tentu wahai Rasulullah.” Maka beliau memegang lisan sendiri seraya berkata,” Kamu tahanlah ini.” (hR. Ahmad dan at-tirmidzi).
Kaum Mukminin, sebagian dari ciri mereka yang terpuji, adalah mengekang lisan-lisan mereka dari ucapan sia-sia dan omongan haram.

📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

Yakni yang tidak ada kebaikan dan faedahnya. Jika perbuatan yang tidak berguna mereka jauhi, maka perbuatan yang haram lebih mereka jauhi lagi. Oleh karena itulah, apabila seseorang mampu mengendalikan anggota badan yang paling ringan digerakkan (lisan), maka sudah tentu dia dapat mengendalikan anggota badan yang lain, sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Mu’adz bin Jabal, “Maukah kamu aku beritahukan penopang semua itu?” Mu’adz berkata, “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Jagalah ini.” Yakni lisanmu. Nah, orang-orang mukmin, karena sifat mereka yang terpuji, mereka jaga lisan mereka dari perkataan sia-sia dan hal-hal haram.

📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Dan di antara mereka yang akan memperoleh keberuntungan adalah orang yang menjauhkan diri, atau tidak memberi perhatian secara lahir dan batin, dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna, yaitu se-suatu yang sebenarnya di satu sisi tidak dilarang, namun di sisi lain tidak ada mendatangkan manfaat. 4. Dan orang yang juga akan beruntung dan berbahagia adalah orang yang menunaikan zakat secara sempurna dan tulus ikhlas.

📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI

Ayat 4

Dan orang-orang yang membersihkan jiwa dan harta mereka dengan membayarkan zakat harta mereka yang berbeda-beda jenis bentuknya.

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

4. Dan orang-orang yang mensucikan diri mereka dari berbagai sifat buruk, dan mensucikan harta mereka dari yang haram dengan menunaikan zakat.

📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)

4. وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَوٰةِ فٰعِلُونَ (dan orang-orang yang menunaikan zakat)
Yang dimaksud dengan zakat di sini adalah sedekah dan segala manfaat yang diberikan kepada seorang muslim.

📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

4. Serta orang-orang yang menunaikan kewajiban (zakat) dengan mengharap-harap kebaikan dan penyucian jiwa. Yaitu melakukan kewajiban yang telah diperintahkan Allah, bukan berarti bahwa makna zakat adalah berupa uang. Sebab tidak ada redaksi bahwa Fulan telah mengeluarkan uang. Namun Fulan telah melakukan kebaikan dan atau keburukan.

📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah

4. “Dan orang-orang yang menunaikan zakat,” melaksanakan pembayaran zakat harta mereka, sesuai jenis harta mereka, guna menyucikan jiwa-jiwa mereka dari noda-noda yang berasal dari tingkah laku dan keburukan-keburukan amal perbuatan, yang jiwa seseorang akan menjadi bersih dengan meninggalkan dan menjauhinya. Maka, perbaikilah ibadah kalian kepada pencipta kalian dengan khusu’ di dalam shalat, dan berbuat baiklah kepada para hambaNya dengan menunaikan zakat.

📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

Mereka berbuat ihsan dalam beribadah kepada Allah, yaitu dengan berbuat khusyu’ dan berbuat ihsan kepada manusia dengan membayar zakat.

📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Dan orang yang juga akan beruntung dan berbahagia adalah orang yang menunaikan zakat secara sempurna dan tulus ikhlas. 5-7. Dan selain orang-orang yang disebut pada ayat-ayat sebelumnya, berbahagialah orang yang memelihara kemaluannya dan tidak menya-lurkan kebutuhan biologisnya melalui hal dan cara yang tidak dibe-narkan, kecuali terbatas dalam melakukannya terhadap pasangan-pasangan mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam menyalurkan kebutuhan biologis terhadap pasangan dan budak mereka itu tidak tercela, selama mereka tidak melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh agama. Tetapi, barang siapa mencari pelampiasan hawa nafsu di balik itu, di antaranya dengan berbuat zina, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas ajaran agama dan moral, sehingga pantas menerima celaan atau siksa.

📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI

Ayat 5

Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka dari perkara yang diharamkan oleh Allah, seperti perbuatan zina, homoseks, dan seluruh perbuatan keji lainnya.

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

5. Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya dengan menjauhkan diri dari perbuatan zina, homoseksual, dan perbuatan keji lainnya. Mereka adalah orang-orang yang menjaga diri dari maksiat lagi suci.

📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)

5-7. Dan orang-orang yang menjaga kemaluan mereka dari hal yang haram; kecuali terhadap istri dan budak wanita yang mereka miliki, maka mereka tidak berdosa untuk menggauli mereka. Dan barangsiapa yang menggaulli selain istri dan budak perempuannya maka mereka telah jauh dari kebenaran dan telah melanggar hukum Allah.

📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah

5. وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حٰفِظُونَ (dan orang-orang yang menjaga kemaluannya)
Yakni menahan diri dari apa yang tidak halal bagi mereka untuk menjaga kehormatan mereka.

📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

5. Serta orang-orang yang menjaga kemaluannya dari keharaman, dengan menjaga diri dari keharaman dan menahan diri dari perbuatan kemunkaran/keharaman. Alfarju aurat/kemaluan laki-laki dan perempuan.

📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah

5. “Dan orang-orang yang menjaga kemaluanya,” dari praktik pezinaan. Termasuk bagian kesempurnaan pemeliharaan kemaluan adalah menjauhi perkara-perkara yang menuntun kepada perzinaan. Misalnya, memandang dan menyentuh (yang bukan mahramnya) dan tindakan lain yang serupa. Maka, mereka telah memelihara kemaluan mereka dari setiap orang.

📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

Dari yang haram, seperti zina, homoseksual, dsb. Menjaga kemaluan dapat menjadi sempurna ketika seseorang menjauhi semua yang dapat mendorong kepada zina, seperti memandang wanita, menyentuhnya, dsb.

📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

5-7. Dan selain orang-orang yang disebut pada ayat-ayat sebelumnya, berbahagialah orang yang memelihara kemaluannya dan tidak menya-lurkan kebutuhan biologisnya melalui hal dan cara yang tidak dibe-narkan, kecuali terbatas dalam melakukannya terhadap pasangan-pasangan mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam menyalurkan kebutuhan biologis terhadap pasangan dan budak mereka itu tidak tercela, selama mereka tidak melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh agama. Tetapi, barang siapa mencari pelampiasan hawa nafsu di balik itu, di antaranya dengan berbuat zina, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas ajaran agama dan moral, sehingga pantas menerima celaan atau siksa

📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI

Ayat 6

Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak perempuan yang mereka miliki. Maka tidak ada celaan dan tidak ada dosa atas mereka untuk menggauli wanita-wanita itu dan bersenang-senang dengan mereka; sebab sesungguhnya Allah telah menghalalkan wanita-wanita itu.

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

6. Kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya wanita yang mereka miliki, sebab mereka tidak tercela bila berhubungan badan atau bercumbu dengan mereka.

📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)

6. إِلَّا عَلَىٰٓ أَزْوٰجِهِمْ (kecuali terhadap isteri-isteri mereka)
Yakni mereka akan tercela jika melakukan apa yang dilarang bagi mereka, dan mereka diperintah untuk menjauhinya kecuali pada istri-istri mereka maka mereka tidak harus menjaga kemaluan mereka, dan mereka tidak akan tercela jika melakukannya dengan istri-istri mereka.

أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمٰنُهُمْ (atau budak yang mereka miliki)
Yakni budak-budak wanita yang hanya milik mereka, maka mereka boleh berhubungan dengan mereka selama tidak ada larangan syari’at yang melarang itu seperti jika budak perempuan itu adalah saudara perempuannya sesusuan.

فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ(maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela)
Yakni dalam hal tidak menjaga kemaluan mereka terhadap istri-istri dan budak-budak wanita mereka, namun mereka akan tercela jika melakukannya terhadap mereka.

📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

6. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka setelah melakukan akad sesuai syariat. Atau juga budak yang mereka miliki; yaitu budak perempuan, sebab pada zaman dahulu perbudakan adalah suatu yang umum. Sumber/asal muasal perbudakan adalah peperangan sehingga pemimpin menjadikan perempuan sebagai budak dengan perlakuan layaknya hubungan suami isteri. Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela, yaitu menyetubuhi. Sebab diperbolehkannya menyetubuhi isteri adalah adanya akad, namun jika budak perempuan sang majikan berhak mengambil manfaat, mengawasi, maupun menyetubuhi

📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah

6. “Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki,” berupa budak-budaknya yang ia miliki. “Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela,” saat mendekati keduanya. Karena Allah menghalalkan keduanya.

📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

Maksudnya, budak-budak belian yang didapat dalam peperangan dengan orang kafir, bukan budak belian yang didapat di luar peperangan. Dalam peperangan dengan orang-orang kafir itu, wanita-wanita yang ditawan biasanya dibagi-bagikan kepada kaum muslimin yang ikut dalam peperangan itu, dan kebiasan ini bukanlah suatu yang diwajibkan. Imam boleh melarang kebiasaan ini. Kata-kata, “Hamba sahaya yang mereka miliki” menunjukkan, bahwa untuk halalnya budak wanita harus dimiliki semua jasadnya. Oleh karena itu, jika ia hanya memiliki sebagiannya, maka belum halal, karena budak itu miliknya dan milik yang lain. Sebagaimana tidak boleh dua orang laki-laki berserikat (bersama-sama) menikahi seorang wanita, maka tidak boleh pula dua orang majikan berserikat (bersama-sama) terhadap seorang budak wanita.

Karena Allah telah menghalalkannya.

📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

5-7. Dan selain orang-orang yang disebut pada ayat-ayat sebelumnya, berbahagialah orang yang memelihara kemaluannya dan tidak menya-lurkan kebutuhan biologisnya melalui hal dan cara yang tidak dibe-narkan, kecuali terbatas dalam melakukannya terhadap pasangan-pasangan mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam menyalurkan kebutuhan biologis terhadap pasangan dan budak mereka itu tidak tercela, selama mereka tidak melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh agama. Tetapi, barang siapa mencari pelampiasan hawa nafsu di balik itu, di antaranya dengan berbuat zina, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas ajaran agama dan moral, sehingga pantas menerima celaan atau siksa

📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI

Ayat 7

Maka barangsiapa mencari kenikmatan dengan selain istri atau budak perempuannya, maka dia termasuk orang-orang yang melakukan tindakan melampaui batas yang halal menuju yang haram. Dan sesungguhnya dia telah menghadapkan dirinya pada ancaman siksaan Allah dan kemurkaanNya.

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

7. Namun, barangsiapa mencari kenikmatan melalui hubungan badan dengan selain istri-istri atau hamba sahaya wanita yang ia miliki, maka ia telah melampaui batasan Allah karena meninggalkan yang halal dan menggantinya dengan yang haram.

📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)

7. فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَآءَ ذٰلِكَ فَأُو۟لٰٓئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas)
Yakni barangsiapa yang melakukannya terhadap selain istri dan budak wanita mereka maka ia adalah orang yang melampaui batas, zalim, dan berdosa.

📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

7. Barangsiapa menghendaki di luar isteri dan budak perempuan itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas aturan Allah.

📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah


7. “Barangsiapa mencari yang dibalik itu,” selain istri dan budak wanita, “maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas,” yang telah melewati batasan yang sudah Allah halalkan menuju tindakan yang diharamkan, yang nekad melanggar larangan-larangan Allah. Muatan umum ayat ini, menandakan tentang pengharaman [pernikahan] mut’ah. Sesungguhnya si wanita (dalam pernikahan mut’ah) bukan istri (si lelaki) dengan sebenarnya, yang ditunjukan untuk hidup bersama dan juga bukan budak yang dimilki, serta menunjukan pengharaman pernikahan untuk menghalalkan untuk menghalalkan (istri yang sudah ditalak tiga).
Sedangkan Firman Allah ”Atau budak yang mereka miliki,” menunjukan bahwa disyaratkan dalam penghalalan budak wanita, yaitu hendaknya budak itu merupakan hak miliknya secara utuh. Jika hak kepemilikannya atas budak tersebut hanya separuh, maka belum halal (baginya). Wanita itu (masih) bukan termasuk yang berada dalam kepemilikannya, akan tetapi ia berada dibawah hak kepemilikan lelaki itu dan orang lain. Maka itu sebagaimana tidak diperbolehkan adanya seorang wanita meredeka yang dimilki oleh dua orang lelaki secara bersamaan. Demikian pula, seorang budak wanita tidak boleh dimiliki oleh dua majikan secara bersamaan.

📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

Maksudnya, selain istri dan budak.

Keumuman ayat ini menunjukkan haramnya nikah mut’ah, karena wanita itu bukan istrinya yang hakiki yang maksudnya adalah tetap langgeng.

📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

5-7. Dan selain orang-orang yang disebut pada ayat-ayat sebelumnya, berbahagialah orang yang memelihara kemaluannya dan tidak menya-lurkan kebutuhan biologisnya melalui hal dan cara yang tidak dibe-narkan, kecuali terbatas dalam melakukannya terhadap pasangan-pasangan mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam menyalurkan kebutuhan biologis terhadap pasangan dan budak mereka itu tidak tercela, selama mereka tidak melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh agama. Tetapi, barang siapa mencari pelampiasan hawa nafsu di balik itu, di antaranya dengan berbuat zina, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas ajaran agama dan moral, sehingga pantas menerima celaan atau siksa. 8. Perkawinan adalah amanat, maka setiap orang harus memeliharanya dengan baik. Meski begitu, tidak hanya amanat perkawinan yang harus dipelihara, melainkan semua amanat. Dan beruntunglah orang yang memelihara amanat-amanat yang dipikulkan atas mereka dan memelihara janjinya yang dijalin dengan pihak lain.

📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI

Ayat 8

Dan orang-orang yang menjaga semua apa yang dipercayakan kepada mereka, juga memenuhi setiap janji-janji mereka.

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

8. Dan orang-orang yang memelihara amanah Allah dan amanah para hamba-Nya. Mereka juga memelihara janji, tidak mengkhianatinya, tetapi sealiknya memenuhinya secara sempurna.

📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)

8-11. Dan orang-orang yang selalu menjaga amanah dan menepati janji, dan orang-orang yang senantiasa mendirikan shalat pada waktunya dengan menyempurnakan rukun-rukunnya. Mereka yang memiliki derajat yang tinggi itu akan mewarisi surga, mewarisi tempatnya yang paling mulia, dan mereka akan tinggal di dalamnya selama-lamanya.

Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda: “Tidaklah salah seorang dari kalian melainkan memiliki dua tempat; satu tempat di surga dan satu tempat di neraka. Apabila dia meninggal kemudian memasuki neraka, maka para penghuni surga akan mewarisi tempatnya di surga, itulah yang dimaksud dalam firman Allah: ‘Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi’ (al-Mu’minun: 10).”

(Sunan Ibnu Majah 2/1453, kitab zuhud, bab sifat surga no. 4341. Al-Bushairi berkata, sanad hadits ini shahih menurut syarat al-Bukhari dan Muslim (Mishbah al-Zujajah 3/327) dan diriwayatkan at-Thabari dari jalur Abu Muawiyah (at-Tafsir 18/5-6), dan sanadnya dishahihkan oleh Ibnu Hajar (Fathul Bari 11/442) dan sanadnya dishahihkan pula oleh al-Albani (as-Silsilah as-Shahihah 5/348 no. 2279)).


Dan Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda: “Di dalam surga terdapat seratus tingkat yang Allah siapkan bagi orang-orang yang berjihad di jalan Allah; antara satu derajat dengan derajat lainnya seperti jarak antara langit dan bumi. Maka jika kalian meminta kepada Allah, maka mintalah surga firdaus karena ia berada di surga yang paling tengah dan paling tinggi.” (Shahih al-Bukhari, kitab al-Jihad, bab derajat para mujahid di jalan Allah, no. 279).

📚 Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah

8. وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمٰنٰتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رٰعُونَ (Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya)
Makna (الأمانة) di sini adalah apa yang diamanatkan kepada seseorang yang tidak disertai bukti atau hujjah untuk memastikannya kecuali dengan kesaksian Allah, seperti orang yang mendapat titipan, orang yang berhutang tanpa bukti, ayah atau wali-wali terhadap anak kecil yang ia pelihara, dan orang islam dalam shalat, puasa, dan bersuci.
Makna (العهد) adalah apa yang mereka sepakati dengan Allah atau dengan orang lain.
Makna (الراعون) adalah orang-orang yang senantiasa menjaganya.

📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

8. Serta orang-orang yang menjaga dan merealisasikan amanah dan janji yang menjadi tanggung jawabnya. Amanah adalah tanggung jawab syariat ataupun harta yang dipasrahkan kepada seseorang untuk menjaganya. ‘Ahdu segala sesuatu yang harus dipenuhi atau dilakukan seseorang. Dari sisi janji kepada Allah adalah melaksanakan shalat, adapun dari sisi sesama makhluk adalah kesepakatan/janji.

📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah

8. “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya,” maksudnya mereka memperhatikan, menjaga lagi memeliharanya, sangat bergelora semangatnya untuk menjalankan dan menegakkannya. Keterangan ini bersifat umum berlaku pada seluruh amanah yang merupakan hak Allah, dan hak para hamba. Allah berfirman :
"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,"
Seluruh kewajiban yang ditetapkan oleh Allah kepada para hambaNya merupakan amanah bagi seorang hamba. Dia berkewajiban menjaganya dengan mengaplikasikannya sebaik-baiknya. Begitu pula, seluruh amanah yang terjalin antar manusia masuk dalam konteks ini, misalnya, titipan harta, perkara-perkara rahasia dan lain-lain. Kewajiban seseorang, adalah memberikan perhatiannya ke arah dua perkara itu dan dua amanah tersebut.
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya"
Demikian pula ikatan janji, mencakup janji mereka dengan Rabb mereka dan janji mereka dengan sesame, yang berbentuk, konsekuensi-konsekuensi dan akad yang telah dibuat oleh seseorang. Dia harus mempedulikan dan menepatinya. Dia haram menyia-nyiakannya atau mengenyampingkannya.

📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

Mereka berusaha melaksanakan dan memenuhinya.

Baik amanah yang di dalamnya terdapat hak Allah maupun yang di dalamnya terdapat hak manusia. Apa yang Allah wajibkan kepada hamba merupakan amanah, sehingga seorang hamba wajib melaksanakannya, seperti shalat lima waktu, zakat, puasa di bulan Ramadhan, dsb. Sedangkan amanah yang di sana terdapat hak manusia adalah apa yang dipercayakan atau dibebankan mereka kepada kita, seperti menjaga harta yang mereka titipkan, melaksanakan tugas yang dibebankan mereka, dsb.

Baik antara mereka dengan Allah, maupun antara mereka dengan sesamanya.

📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Perkawinan adalah amanat, maka setiap orang harus memeliharanya dengan baik. Meski begitu, tidak hanya amanat perkawinan yang harus dipelihara, melainkan semua amanat. Dan beruntunglah orang yang memelihara amanat-amanat yang dipikulkan atas mereka dan memelihara janjinya yang dijalin dengan pihak lain. 9. Serta beruntung pulalah orang yang memelihara salatnya, di antaranya dengan memelihara waktu salat yang utama, yaitu awal waktu, serta memelihara pula rukun, wajib, dan sunahnya.

📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI

Ayat 9

Dan orang-orang yang senantiasa tekun menjalankan shalat mereka pada waktu-waktunya sesuai dengan tata caranya yang disyariatkan yang bersumber dari Nabi.

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

9. Dan orang-orang yang memelihara salatnya dengan cara konsisten mengerjakannya, dan mengerjakannya tepat pada waktunya dengan menyempurnakan rukun-rukun, wajib-wajib dan sunnah-sunnahnya.

📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)

9. وَالَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَوٰتِهِمْ يُحَافِظُونَ (dan orang-orang yang memelihara shalatnya)
Dengan mendirikannya pada waktunya, menyempurnakan ruku’, sujud, bacaan, dan zikir-zikirnya.

📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

9. Serta orang-orang yang memelihara/menjaga sembahyangnya dengan menyempurnakan rukun, dan waktu pelaksanaannya

📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah


9 “Dan orang-orang yang memelihara shalatnya,” maksudnya yang menegakkannya secara tekun pada waktu-waktunya, sesuai aturan-aturan, syarat-syarat edan rukun-rukunnya. Allah menyanjung mereka karena tingkat kekhusu’an menjadi sempurna berkat dua hal itu. Barangsiapa yang menekuni pelaksanaan shalat tanpa khusu’ atau menunaikannya dengan khusu’ tapi tanpa dibarengi dengan ketekunan, maka ia tercela lagi kurang.

📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

Yakni pada waktunya. Mereka pelihara pula syarat dan rukunnya, yang wajibnya dan melakukan adab-adabnya. Allah memuji mereka karena shalat mereka yang khusyu’ dan karena mereka menjaganya, dengan demikian shalat mereka menjadi sempurna, karena tidak mungkin shalat seseorang sempurna, jika selalu memeliharanya namun tidak khusyu’ atau khusyu’ dalam shalatnya namun tidak memeliharanya.

📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

Serta beruntung pulalah orang yang memelihara salatnya, di antaranya dengan memelihara waktu salat yang utama, yaitu awal waktu, serta memelihara pula rukun, wajib, dan sunahnya. 10-11. Demikianlah sifat-sifat orang mukmin yang akan meraih keberuntungan. Sebagai ganjarannya, mereka itulah orang yang akan mewarisi, yakni mewarisi dan memperoleh surga firdaus. Mereka akan kekal di dalam kenikmatan dan kebahagiaan-Nya.

📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI

Ayat 10

Orang-orang Mukmin itu, merekalah orang-orang yang mewarisi surga.

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

10. Orang-orang yang memiliki karakteristik seperti ini, mereka lah orang-orang yang akan menjadi para pewaris.

📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)

10. أُو۟لٰٓئِكَ هُمُ الْوٰرِثُونَ (Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi)
Yakni orang-orang yang berhak untuk menjadi pewarisnya.

📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

10. Mereka yang mempunyai sifat-sifat itulah yang akan mewarisi surga.

📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah

10 “Mereka itulah,” orang-orang yang bercirikan dengan sifat-sifat tersebut adalah “ orang-orang yang akan mewarisi.”

📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

10-11. Demikianlah sifat-sifat orang mukmin yang akan meraih keberuntungan. Sebagai ganjarannya, mereka itulah orang yang akan mewarisi, yakni mewarisi dan memperoleh surga firdaus. Mereka akan kekal di dalam kenikmatan dan kebahagiaan-Nya

📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI

Ayat 11

yaitu orang-orang yang mewarisi tempat yang paling tinggi dan paling tengah di surga, dan ini adalah tempat yang paling utama di surga. Mereka kekal abadi di dalamnya,kenikmatan mereka tidak berhenti dan tidak sirna.

📚 Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia

11. Yakni mereka akan mewarisi derajat Surga tertinggi. Mereka akan menetap kekal di dalamnya. Kenikmatan yang mereka raih tak akan pernah terputus.

📚 Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)

11. الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ ((yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus)
Yakni surga yang paling tengah dan paling tinggi.
Terdapat pendapat mengatakan bahwa mereka mewarisi tempat tinggal di surga dari orang-orang kafir, sebab Allah menciptakan tempat tinggal di surga dan tempat tinggal di neraka bagi seluruh manusia. Wallahu a’lam.

هُمْ فِيهَا خٰلِدُونَ (Mereka kekal di dalamnya)
Mereka terus-menerus di dalamnya, tidak akan keluar dantidak akan mati.

📚 Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah

11. Yaitu orang-orang yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya, dan tidak akan keluar darinya

📚 Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah

11 “(yakni) orang¬-orang yang akan mewarisi surga Firdaus,” yang merupakan tingkatan surga paling tinggi, berada di tengah dan paling utama. Lantaran mereka terhiasi oleh sifat-sifat kebaikan pada tingkat paling tinggi. Atau maksudnya adalah seluruh surga, agar kaum Muslimin pada umumnya dapat memasuki surga sesuai dengan tingakatan (amalan) mereka. Masing-masing tergantung kondisinya. Mereka kekal didalanya,” mereka tidak beranjak pindah darinya dan tidak berminat mencari tempat ganti, lantaran berisi kenikmatan yang paling sempurna dan terbaik lagi terlengkap, tanpa ada yang menodai dan membuat susah.

📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H

Yaitu surga yang paling tinggi, tengahnya dan yang paling utama. Bisa juga tertuju kepada semua surga sehingga mengena kepada semua kaum mukmin sesuai derajat dan martabat mereka.

Mereka tidak ingin pindah daripadanya karena di dalamnya kebutuhan mereka terpenuhi dan mendapatkan semua kesenangan.

📚 Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I

10-11. Demikianlah sifat-sifat orang mukmin yang akan meraih keberuntungan. Sebagai ganjarannya, mereka itulah orang yang akan mewarisi, yakni mewarisi dan memperoleh surga firdaus. Mereka akan kekal di dalam kenikmatan dan kebahagiaan-Nya. 12-13. Usai menguraikan keberuntungan orang mukmin beserta sifat mereka, Allah lalu menyusulinya dengan uraian tentang proses kejadian manusia yang amat mengagumkan; suatu proses yang semestinya mendorong setiap manusia untuk beriman. Dan sungguh, kami telah menciptakan manusia bermula dari suatu saripati yang berasal dari tanah. Kemudian kami menjadikannya, yaitu saripati itu, air mani yang disimpan dalam tempat yang kokoh, yakni rahim.

📚 Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI


Surah Al Mu'minun | سُورَةُ المُؤۡمِنُونَ Surah Al Mu'minun | سُورَةُ المُؤۡمِنُونَ Reviewed by Unik Info on Desember 05, 2020 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Silakan berkomentar dengan bahasa yang sopan

Channel Edukasi Quran - Pendukung pembelajaran Al Quran dengan efek animasi ketukkan karaoke berdasarkan suara qori termerdu
Diberdayakan oleh Blogger.